« Home | ”Ngabuburit” Sambil Belajar Kisah WayangOleh : Har... » | ”The Cinderella Man”, Bangkit dari KeterpurukanOle... » | Orang Sunda tak Peroleh Perhatianoleh : agus rakas... » | Bandung, Kota Buku yang Terlupakan BANDUNG sebenar... » | Artikel PR 7 September 2006 » | liputan profil PR_kampus 13 Juli 2006 »

Rumah Buku
Buku, Lagu, Film, Semua Ada di Sini

PADA Senin (3/7), Kampus sengaja mengunjungi sebuah rumah yang terletak di kawasan Hegarmanah. Kabarnya, tempat yang akan dikunjungi bukan sekadar tempat tinggal, tetapi rumah yang berpredikat sebagai ruang baca atau perpustakaan. Sang empunya tempat memberinya nama Rumah Buku.

LEWAT tengah hari menjelang sore, cuaca Kota Bandung mungkin tidak ada beda dengan Jln. Thamrin, Jakarta. Jalan-jalan di saat waktu seperti itu masih harus menyeka peluh yang tak henti-hentinya menetes karena sengatan matahari. Tambah lagi, telinga yang dipaksa mendengar lantunan suara mesin bermotor yang menderu.

Hiruk-pikuk yang menghiasi sepanjang Jln. Setiabudi akhirnya kandas. Memasuki kawasan Hegarmanah, peluh mulai berkurang karena angin berembus dari sela-sela pepohonan besar di kiri-kanan jalan.

Ditambah, kebisingan lalu lintas berganti dengan keheningan rumah-rumah sebesar lapangan basket. Maklum, Hegarmanah adalah daerah elite sekaligus kompleks pendidikan para calon perwira militer.

Tak berapa lama, akhirnya tempat yang dituju pun sudah mulai tampak. Dari luar, Rumah Buku tampak berbeda dengan sosok perpustakaan yang biasa terlihat di perguruan tinggi atau perpustakaan daerah yang terletak di jalan by pass (Jln. Soekarno-Hatta).

Rumah dengan nomor urut 52, ini memiliki taman yang hijau dengan tanaman dan rumput yang terpangkas rapi. Pantas jika kesan pertama melihat perpustakaan ini adem. Bandingkan dengan perpustakaan di kampus Anda.

Seorang kawan, yang menemani ke tempat itu, lalu mengenalkan Kampus kepada sang pemilik tempat. Dia adalah Ariani Darmawan. Seorang jebolan arsitektur Universitas Parahyangan dan Master of Fine Art di School of the Art Institute, Chicago.

Di dalam ruangan, buku-buku tertata di rak berangka besi bekas. Selain itu, setting lampu pun terkesan unik. Bohlam 40 watt dibungkus kertas daur ulang warna coklat, berada di atas sofa empuk berwarna cokelat.

Sementara, soal materi Rumah Buku, pemilik pun punya lagu dan film. Di sebelah kanan pintu masuk, terdapat kumpulan compact disc lagu dari genre jazz-nya Miles Davis, Bob Dylan, sampai group band pop Indonesia Dewa 19. Masih di ruangan yang sama, terdapat pula rak berisi film-film non-Hollywood. Totalnya ada 2.192 judul buku, 400 judul film, 769 judul lagu.

Ariani menceritakan bahwa Rumah Buku ialah sebuah tempat yang memiliki konsep peminjaman buku, CD lagu, dan pemutaran film. Tujuannya menjadi rujukan siapa pun yang ingin tahu tentang sastra, filsafat, sampai ensiklopedia Indonesia. "Barang-barang Rumah Buku bukan yang mudah dicari di pasaran," katanya, meyakinkan.

Buku Ariani terdiri dari 60% teks asing dan sisanya teks Indonesia. Karena yang punya jebolan arsitek, sebagian buku-buku arsitek seperti karya Alvaro Siza nampak memenuhi rak buku di sebelah kanan pintu masuk. Tapi, ada juga buku-buku tua Indonesia seperti Tjerita dari Blora (karya Pramoedya) cetakan tahun 1963 dan Semerbak Kota Bandung (karya Haryoto Kunto) melengkapi koleksi.

Meski tempat ini perpustakaan, tidak semua buku bisa dipinjam. Jika menemukan buku berpita merah, buku itu haram untuk dipinjamkan alias hanya bisa dibaca di tempat.

Membaca buku di Rumah Buku, memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya, perpustakaan melarang pengunjungnya menyantap makanan dan minuman. Ditambah, suasana pun harus dibuat hening. Sementara di Rumah Buku, pengunjung bisa menyantap teh dan kopi tubruk secara gratis. Andai mencari segelas cappuccino, Ariani menyediakannya dengan harga yang pantas. Selain itu, pengunjung bisa minta diputarkan lagu.

"Aku ingin mengubah stereotip perpustakaan yang terkesan angker," ujarnya berseloroh.
Bosan membaca, pengunjung bisa memanfaatkan fasilitas movie station. Di sini pengunjung mendapati kenyamanan menonton film dari layar 29 inci dan berleha-leha di sofa cokelat yang empuk, tanpa diganggu orang lain yang tak dikenal. Bayarannya pun hanya Rp 7.500,00 per orang.

Tapi untuk menikmati semua fasilitas tadi, pengunjung baru harus mendaftar menjadi anggota. Sebanyak-banyaknya Rp 95 ribu sebagai deposito untuk menikmati segala fasilitas tadi. Uang itu bisa dikembalikan jika yang bersangkutan berniat berhenti. Rumah Buku yang dibuka sejak Maret 2003, sudah memiliki 536 anggota. Para pengunjung setianya biasa mendatangi rumah ini dari pukul 10.00 - 20.00 WIB.
***
dimuat di suplemen kampus_pr 6 juli 2006