Thursday, October 05, 2006

Seratus Tahun tak Terlupakan

Oleh : Imam Hidayah Usman


Diberitakan pula, bahwa salah satu ruang kelas di Departemen Sastra Universitas Harvard mendadak riuh dengan suara tepuk tangan para mahasiswa, sesaat setelah Profesor Juan Marichal mengabarkan ihwal penghargaan itu kepada isi kelas.

Marquez, menjadi legenda baru yang dipuja begitu banyak kalangan. "Seratus Tahun Kesunyian" (One Hundred Years of Solitude), yang terbit pertama kali dalam bahasa Spanyol pada 1967 sebagai Cien Anos de Soledad, kemudian dibaptis banyak kritikus sebagai novel terbaik di abadnya. Novel inilah yang mengantarkan Gabito --demikian ia biasa disapa-- menjadi Nobelis.

Di Amerika Latin, terutama di Kolombia dan Meksiko, konon novel ini lebih laris ketimbang Alkitab. Itu memang tanah kelahirannya. Ia lahir di Aracata, Kolombia, pada 6 Maret 1928 (sedang ayahnya lebih yakin kalau ia lahir pada 1927). Ketenarannya melampaui presiden dan hanya bisa ditandingi oleh bintang sepak bola atau ratu kecantikan.

Silvana Paternostro, jurnalis yang sempat berguru pada Marquez, menuliskan dengan sangat apik ketenaran sang maestro, "Namanya muncul di kontes-kontes kecantikan kami sesering nama Paus. Jawaban para kontestan jadi repetitif: Siapa penulis favoritmu? Garcia Marquez. Siapa yang paling kamu kagumi? Ayahku, Paus, dan Garcia Marquez. Siapa yang ingin kau jumpai? Garcia Marquez dan Paus. Bila pertanyaan yang sama diajukan pada jurnalis Amerika Latin, jawabannya bisa jadi sama --kecuali soal Paus barangkali.

Suatu hari di tahun 1995, sekelompok gerilyawan menculik kerabat mantan presiden Kolombia. Tuntutan mereka: Gabriel Garcia Marquez menjadi presiden. Mereka menulis dalam permohonan mereka, "Nobel, tolong selamatkan tanah air!"

Di tahun 1994, saat pertemuan Negara-Negara Non-Blok digelar di Cartagena, Marquez hadir bersama rombongan delegasi Kuba. Saat itu berkembang isu akan terjadi pembunuhan terhadap Fidel Castro, Presiden Kuba. Untuk melindungi Castro, Marquez menaiki delman yang sama dengan Castro dan berdesak-desakkan dengan tiga orang lainnya. "Di Kolombia sini, bila aku naik panggung tak seorang pun bakal menembak," kata Marquez kepada Castro.

Semuanya, bermula saat Marquez menjenguk kembali kota masa kecilnya, Aracataca. Di sini, ia dibesarkan di rumah kakeknya yang begitu penuh cerita: rumah besar penuh hantu, percakapan-percakapan lewat kode-kode, mereka yang mampu meramalkan kematian mereka sendiri, dan yang sangat membekas barangkali adalah pembantaian para pekerja perkebunan pisang, Macondo, yang kemudian diabadikan Marquez sebagai kota (imajiner) di "Seratus Tahun Kesunyian".

Sejarah pembantaian pekerja perkebunan pisang itu sendiri tak pernah tertulis di buku-buku teks sejarah, hal yang membuat Marquez terheran-heran di masa-masa sekolah. Nostalgia-nostalgia pada hal-hal itulah yang membuat Marquez menelantarkan istri dan keuangan rumah tangganya selama berbulan-bulan. Hasilnya? "Seratus Tahun Kesunyian" dan setumpuk tagihan.

Novel karangan seorang mahasiswa hukum drop-out ini, mampu membuat Jennifer Lopez berkomentar, "Apa yang membuatku bangga sebagai seorang Latin adalah 'Seratus Tahun Kesunyian'!" Sebuah novel yang barangkali sulit dihilangkan dalam buku-buku sejarah kesusastraan dunia.
***

Penulis, pengelola toko buku dan perpustakaan Taman Bunga Jatinangor, email: di_taman_bunga@yahoo.com, www.taman-bunga.blogspot.com.
dimuat pada Pikiran Rakyat 5 oktober 2006

Monday, October 02, 2006

Buku Bagus Pertama Pecahkan Cerita Misterimu

MENURUT pendapatmu, apa sih buku itu? Kamu mungkin membayangkan buku-buku sekolah yang sudah usang dan membosankan, atau buku-buku yang sudah berdebu di rak. Dan bagaimana dengan buku cerita, bukankah ia tak hanya untuk anak kecil, tetapi juga untuk kaum yang lebih dewasa juga?

Saya memang suka membaca. Orang tua saya sudah memperkenalkan buku-buku sejak saya masih bayi. Awalnya, saya melihat gambar-gambar dan belajar mencoba mengucapkan kata-kata sederhana, seperti “kucing” atau “rumah”. Sejalan dengan bertambahnya umur, orang tua mulai membacakan cerita dari buku-buku cerita. Jadi, saya dibesarkan dengan buku-buku di sekitar saya.

Ketika saya berumur 7 atau 8 tahun, saya mendapat buku berjudul “Well Done Secret Seven. Buku ini bercerita tentang tujuh anak yang membangun sebuah rumah kayu dan mendapati seorang anak laki-laki mengambil buku-buku, kue-kue, dan minuman-minuman mereka.
Siapakah anak laki-laki misterius itu dan mengapa ia bisa berada di sana? Kemudian mereka menemukan seorang anak laki-laki beserta kucingnya, dan tentang ceritanya yang aneh. Mereka membantu anak laki-laki tersebut kalau ternyata dia ada dalam bahaya. Secret Seven (Tujuh Sekawan-red.) ingin sekali menghentikannya. Tapi, bagaimana jika mereka salah? Bagaimana jika anak laki-laki yang mereka temui tadi berbohong? Apa yang akan mereka lakukan? Di sepanjang cerita, mereka berhadapan dengan misteri dan tantangan yang menarik!
Buku cerita ini dikarang oleh Enid Blyton. Buku tersebut merupakan satu di antara buku-buku cerita berseri tentang tujuh anak yang membentuk sebuah klab rahasia dan selalu berhasil mengungkap banyak misteri.

Ketika saya semakin besar, saya semakin banyak mendapat buku-buku Secret Seven dan bisa dilihat bagaimana si pengarang begitu lihai membangkitkan rasa penasaran dan bagaimana Secret Seven menghadapi banyak misteri yang harus dipecahkan. Saya telah membaca 19 dari 21 buku serinya.

Tanpa disadari, saya telah memiliki sebagian besar buku-buku Seven Secret (dan juga sebagian besar buku-buku Great Five (Lima Sekawan-red.). Saya membacanya berkali-kali. Saudara laki-laki saya juga membacanya dan meskipun saya tidak terlalu menikmati membaca, tetapi 19 buku cerita tersebut sangat membantu saya untuk belajar mencintai membaca dan saya tahu kalau membaca buku-buku itu cukup rumit.

Saya juga suka membaca buku-buku karangan Roahld Dahl karena cerita-ceritanya kocak dan menarik. Ada beberapa buku bagus untuk dibaca ketika kamu sedang bete dan butuh tertawa! Beberapa dari karya besar yang dia tulis antara lain: James and the Giant Peach, George’s Marvellous Medicine, Matilda, dan The Giraffe, dan Pelly and Me.

Jadi, saya ingin katakan kepada siapapun, jika kita ingin anak-anak kita membaca, cari buku-buku bagus yang mereka sukai. Jika mereka suka ceritanya, mereka akan baca karena mereka ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jika kamu banyak membaca, maka dunia akan menjadi sebuah tempat yang lebih besar sejalan dengan apa yang kamu temukan mengenai orang-orang dan tempat-tempat. Jadi, matikan TV-mu dan ambil sebuah buku, kamu tidak pernah tahu apa yang akan kamu temukan.
***

(Emily Duff, pelanggan setia ReadingLights the second-hand bookshop, berusia 11 tahun, berasal dari Inggris dan kini tinggal di Indonesia. Email: readinglights@gmail.com.)
dimuat di suplemen Kampus_PR tanggal 28 September 2006