« Home | Menjadi Bijak dengan Buku (Adi Toha, email: jalain... » | Novelis Qaisra ShahrazPakistan dan "Perempuan Suci... » | Pasar Buku Murah dan Berkualitas (Liputan di Piki... » | Seratus Tahun tak TerlupakanOleh : Imam Hidayah Us... » | Buku Bagus Pertama Pecahkan Cerita Misterimu ... » | Rumah BukuBuku, Lagu, Film, Semua Ada di SiniPADA ... » | ”Ngabuburit” Sambil Belajar Kisah WayangOleh : Har... » | ”The Cinderella Man”, Bangkit dari KeterpurukanOle... » | Orang Sunda tak Peroleh Perhatianoleh : agus rakas... » | Bandung, Kota Buku yang Terlupakan BANDUNG sebenar... »

"Menemukan" Lagi Masa Kecil
oleh : Kandi Sekarwulan

SEMUA dimulai dari bisik-bisik teman kuliah tentang sebuah toko buku. Tampilannya seram, hitam-hitam, bahkan katanya ada buku untuk pemujaan setan (belakangan saya tahu judulnya Satanic Verses karangan Salman Rushdie, sama sekali bukan buku macam itu). Karena penasaran, jadilah saya datang ke sana.

Sungguh tak terduga apa yang saya dapatkan. Di tengah tumpukan buku sastra-filsafat (apalah itu), terselip sebuah novel dengan sampul manis, Water Babies. Agak heran, saya membacanya sekilas. "Ibu Memperlakukan-Sebagaimana-Kau-Diperlakukan?"

Nama tokoh itu terasa akrab. Saya terkejut, teringat masa bertahun-tahun lalu tentang Bayi Air, cerita bersambung kesukaan saya di sebuah majalah anak-anak. Cerita itu tidak pernah selesai saya baca, karena berhenti berlangganan majalahnya. Astaga, apa ini cerita yang sama? Tergesa-gesa saya merogoh dompet, membawa buku itu pulang.

Setelah penemuan pertama, petualangan nostalgia buku pun berlanjut. Saya mencari ke mana-mana: toko buku alternatif, kios buku bekas, pameran buku, perpustakaan umum. Berbagai buku saya peroleh --kebanyakan buku bekas-- favorite saya waktu masih kanak-kanak, yang kebanyakan sudah hilang atau rusak berat.

Saya kembali merasakan asyiknya hidup mandiri seperti Peggy bersaudara di "Pulau Rahasia", indahnya gaun Vasilissa, dan pilunya "Kicauan Murai dari Negeri Cina". Saya diingatkan lagi pengalaman saya sakit kekenyangan karena ingin menyaingi Pak Kudanil dari "Dongeng Binatang", yang makannya tambah sampai empat kali.

Ada yang berubah ketika membaca kisah-kisah itu. Jika dulu sebuah cerita saya baca dan lupakan begitu saja, kini cerita yang sama membuat saya merenung lama. Saya jadi suka membanding-bandingkan tulisan pengarang ini dan itu, apa maksud dia menulis begini dan begitu, karena saya mengikuti kuliah tentang gaya penulisan.

Kini, saya lebih paham bahwa cerita-cerita sering mengandung nilai yang berbeda dan tidaklah perlu menuruti semua --sesuatu yang sering membingungkan waktu masih anak-anak. Setelah membaca, kembali saya tersadar di balik kepolosan dan kelucuan bacaan masa kecil, ada makna mendalam yang mungkin memengaruhi pemikiran saya sekarang. Mengalami kembali kisah-kisah itu di masa dewasa memberi saya perspektif yang berbeda, menutup beberapa "lubang kosong" dalam kenangan masa kecil.

Heboh nostalgia

Kini, setelah memiliki perpustakaan buku anak, terbukti bukan hanya saya yang heboh bernostalgia. Bukan satu-dua kali seorang ibu atau mahasiswa terkesiap, lalu dengan mata berbinar berkata "Aduh, ini bacaan saya waktu kecil!"

Seorang teman bercerita, dulu dia mengidentikkan diri dengan tokoh pelukis di sebuah buku. Sekarang, dia memang bukan seniman profesional, tapi saya sangat menyukai gambar-gambarnya. Kisah masa lalu bisa menjadi percakapan seru di perpustakaan, seperti waktu membaca ulang "Deni Manusia Ikan" yang selalu bicara dengan bahasa yang hanya dimengerti makhluk laut. Kami sakit perut menertawakan ungkapan itu, guyonan eksklusif bagi mereka yang lahir tahun 70 - 80-an dan membaca salah satu majalah anak-anak.

Petualangan saya, yang berawal dari sebuah toko buku seram, rasanya belum berakhir. Masih banyak buku anak yang menunggu ditemukan untuk menghadirkan masa lalu, mengembalikan kenangan berharga. Sekali-kali bolehlah menengok ke belakang agar tahu sudah sampai di mana kita sekarang. Kalau ada yang harus saya beri ucapan terima kasih, itu adalah perpustakaan, pameran, toko dan kios buku tanpa mereka, saya akan jadi tua tanpa pernah ingat betapa asyiknya menjadi anak-anak.
***
(Kandi Sekarwulan, pengelola Perpustakaan Anak Pustakalana, email: pustakalana@yahoo.com)