« Home | Melesatkan Ide Cerita Novelmu oleh : wiku baskoroT... » | "Menemukan" Lagi Masa Kecil oleh : Kandi Sekarwula... » | Menjadi Bijak dengan Buku (Adi Toha, email: jalain... » | Novelis Qaisra ShahrazPakistan dan "Perempuan Suci... » | Pasar Buku Murah dan Berkualitas (Liputan di Piki... » | Seratus Tahun tak TerlupakanOleh : Imam Hidayah Us... » | Buku Bagus Pertama Pecahkan Cerita Misterimu ... » | Rumah BukuBuku, Lagu, Film, Semua Ada di SiniPADA ... » | ”Ngabuburit” Sambil Belajar Kisah WayangOleh : Har... » | ”The Cinderella Man”, Bangkit dari KeterpurukanOle... »

Cinta Dalam Cerita
oleh: Ragil Romly

NAPAS saya mengalir mengikuti alur kisah The Thief of Baghdad. Sebuah teater berlatar Bagdad tercipta di kepala saya. Kombinasi huruf yang tercetak di lembaran kertas menjadi perkakas yang merekonstruksi imajinasi saya.

Saya kemudian larut dalam cerita cinta Ahmad, si pencuri Bagdad yang berjuang untuk membuktikan cintanya kepada putri Zubaidah.

Sejenak kemudian saya menarik napas dalam-dalam, menahannya, dan membiarkan udara mengisi jantung saya untuk kemudian mengalir bersama darah menuju kepala saya. Otak saya membutuhkan cukup oksigen untuk kembali membangun theater of mind agar saya mampu bertahan hingga akhir cerita.

Terlintas kembali di kepala saya beberapa judul film atau buku yang menghadirkan sensasi yang sama ketika saya membaca buku atau menonton film. Rangkaian cerita cinta dalam "Laila Majnun", "Ayat-ayat Cinta", Romeo and Juliet, City of Angels, Ghost, Titanic, Ca Bau Kan, dan Forest Gump, adalah kisah lain yang membuat saya diam sejenak di akhir cerita.

Saya tidak tahu kata-kata atau kalimat apa yang harus saya keluarkan untuk mengapresiasi cerita cinta yang tertuang dalam buku atau film tersebut. Diam kemudian menjadi satu-satunya bahasa saya ketika saya mengekspresikan cerita cinta dalam film dan buku tersebut.

Lalu, dalam Shakespeare in Love saya melihat bagaimana seorang William Shakespeare memulai projek cerita cintanya. Ia berempati dalam fiksi yang ditulisnya. Ia memasukkan realitas dan mimpi ke dalam fiksi, hingga akhirnya cerita "Romeo dan Juliet" menjadi cerita cinta sepanjang masa. Cerita cinta yang usianya kini lebih tua daripada pujangga cinta yang menulis cerita cinta tersebut.

Kenapa harus cinta? Mungkin karena cinta adalah sebuah rasa yang senantiasa mengisi kehidupan manusia. Perasaan unik manusia yang membuatnya istimewa. Yang membuatnya mampu bercerita untuk memaknai sebuah kehidupan. Sebuah rasa yang membuatnya memiliki kebijaksanaan yang berbeda. Hingga ia menjadi khalifah di muka bumi yang bersandar pada cinta yang tumbuh dari kombinasi rasio dan emosi.

Dalam cerita yang dijalani sehari-hari, manusia dianugerahi rasio dan emosi untuk memaknai sebuah cinta. Bahasa cinta dalam setiap cerita memiliki makna yang berbeda-beda. Ketika saya sakit, mungkin saya dapat berempati terhadap kisah cinta seorang dokter kepada seluruh pasiennya dalam film Patch Adam. Ketika saya merindukan cinta seorang kakak, mungkin saya akan berempati dengan kisah cinta Children of Heaven. Ketika saya merasakan getaran cinta karena menyukai seorang wanita, mungkin saya menjadi sangat melankolis sehingga mampu berempati dengan cerita cinta yang sangat emosional seperti cerita Ghost, City of Angels, Titanic, Romeo and Juliet, atau Ca Bau Kan. Cinta yang kemudian membuat seseorang mampu menembus batas-batas rasional dan meruntuhkan sekat-sekat suku, ras, dan budaya.

Saya ataupun kita semua, kemudian bisa mendadak menjadi seorang pujangga yang mampu merangkai cinta dalam bentuk cerita untuk diekspresikan, dikisahkan, diapresiasi, lalu dimaknai ketika kita menyimbolkan cinta dalam wujud cerita dan kata-kata.

Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa saya jatuh cinta pada kehidupan. Oleh karena itu, saya membuat cerita dan menyusun kata untuk merangkum dan memaknai kehidupan. Menaknai fiksi dan fakta dengan sebuah cerita cinta.

Karena baik fiksi maupun fakta, cerita cinta sejati senantiasa menjadi cerita yang mampu membuat saya--atau mungkin juga Anda-- menahan napas untuk sekadar memaknai manusia, emosi, jiwa, dan kehidupannya.
(Ragil Romly, relawan fiksi Forum Lingkar Pena Jatinangor, raliesta@yahoo.com, pernah dimuat di Pikiran Rakyat, suplemen Kampus 16 Nopember 2006)
***