« Home | Wiro, Pendekar Sableng yang Gendeng oleh: Doni Sl... » | Metamorfosis Kertas oleh: Sigit SusantoSCHOPENHAUE... » | Jadi Distributor BukuDari Mana Kita Memulai? ADA ... » | Catatan dari Paris- Membaca Adalah Keniscayaan ole... » | Cinta Dalam Ceritaoleh: Ragil RomlyNAPAS saya meng... » | Melesatkan Ide Cerita Novelmu oleh : wiku baskoroT... » | "Menemukan" Lagi Masa Kecil oleh : Kandi Sekarwula... » | Menjadi Bijak dengan Buku (Adi Toha, email: jalain... » | Novelis Qaisra ShahrazPakistan dan "Perempuan Suci... » | Pasar Buku Murah dan Berkualitas (Liputan di Piki... »

Tuliskan Apa yang Anda Pikirkan




TULISKAN APA YANG ANDA PIKIRKAN
Resume Pertemuan Pembuka dan ke-1
Pelatihan Menulis Ilmiah & Ilmiah Populer 2009
Balepustaka, Bandung, 1 Juli 2009
Pelatihan yang diperkirakan akan dihadiri sekira 30 peserta namun hingga saat detik-detik registrasi ulang, peserta kian membludak hingga hanya menyisakan 17 kursi di ruang Auditorium Balepustaka. Total peserta yang hadir 53 orang dari berbagai latar belakang profesi mulai dari mahasiswa S-1, S-2, guru, PNS, dosen, dokter, pustakawan, peneliti, editor, penulis, dan psikoterapis. Peserta mulai hadir berdasarkan anjuran panitia untuk registrasi ulang sebelum pukul 15.00 WIB sambil menikmati area bazzar dari berbagai penerbit.
Pelatihan ini didukung oleh fasilitas gedung yang memadai dan penawaran menarik dari panitia penyelenggara berupa pemberian 50 buku gratis dan kartu anggota perpustakaan gratis kepada peserta.
Pembukaan pelatihan ini langsung disambut baik dan dibuka secara resmi oleh Yulianus Ruchiyat sebagai Sekretatis Dewan Karya Pastoral. Dalam pembukaanya, Bapak Ruchiyat menjelaskan ungkapan terbuka dan menyambut baik segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Balepustaka tanpa melihat latar belakang agama. Selain itu mempromosikan Balepustaka yang bertujuan sebagai perpustakaan plural yang kegiatannya diutamakan untuk terus membuat jaringan kegiatan intelektual.
Materi pembuka dengan topik Hasrat terhadap Pengetahuan dan Penulisan Ilmiah yang disampaikan oleh Prof. Dr. Bambang Sugiharto, Guru Besar Filsafat Unpar.
Menurut budayawan sekaligus kritikus seni dan sastra ini, pengetahuan sebagai sistem maupun hasrat bahkan kegilaan, kerinduan, kerakusan terhadap pengetahuan dapat berfungsi sebagai suprastruktur dasar yang memungkinkan segala hal berkembang seperti yang terjadi di negara-negara maju. Di Indonesia hasrat terhadap pengetahuan itu teramat rendah. Bahkan sebagai sistem, keilimiahan masih sekadar basa-basi.
Kultur ilmiah di universitas-universitas besar mungkin sudah mulai terbentuk, namun di universitas yang baru muncul belakangan ini masih mengutamakan sisi bisnis. Bahkan kita terkecoh oleh iklan-iklan besar dengan membangun citra yang tampaknya dahsyat dengan bermacam-macam ranking, namun ketika masuk umumnya gombal juga, tradisi ilmiahnya masih tipis.
Permasalahan utamanya berasal dari dasar pengetahuan yang belum menciptakan atmosfer intelektual dan hal ini menjadi latar mengapa budaya baca, budaya tulis menulis ilmiah masih merangkak.
Melihat kultur ilmiah di Barat, sesungguhnya kita sudah tertinggal sangat jauh, jika diambil dari abad pencerahan sudah tertinggal 400 tahun! Kultur pengetahuan cerahan yang meledak pada abad Pencerahan, sebetulnya bahkan sudah dimulai pada zaman Yunani, sekitar 2500 yang lalu. Dengan melihat kenyataan ini sudah saatnya kita bukan lagi mengejar tapi harus sudah melompat.
Pemateri mengungkapkan kelemahan-kelemahan kinerja ilmiah/intelektual di Indonesia. Dalam makalah dikemukakan 9 masalah kinerja ilmiah di Indonesia di antaranya terlalu biasa berimprovisasi (itu pun berdasarkan ‘dengar-dengar’ saja, atau ‘kata orang’) atau kecenderungan simbolisme dangkal: yang penting kesan intelektual (dengan menggunakan istilah gagah sembarangan dan pengutipan yang sembrono).
Ada enam Karakter Umum Keilmiahan diungkapkan pemateri di antaranya metodis dan sistematis serta dapat dites secara obyektif dan intersubyektif.
Tiga Sasaran Ideal Peneletian di antaranya mencari kemungkinan-kemungkinan dan terobosan baru menghayati realitas dan menangani masalah agar lebih manusiawi/ lebih rendah.
Di akhir materi, Guru Besar Filsafat Unpar ini memaparkan perlunya pengembangan hasrat pengetahuan. Pemateri meyebutkan 9 point di antaranya melihat knowing sebagai doing bukan sekadar receiving. “mengetahui” adalah soal ‘melakukan’, yaitu: membaca, menulis, berdebat, mencari, dst. Selain itu biasakan menghadapkan diri kepada konsep/pendapat yang asing, yang sekilas seperti tak masuk akal namun seperti ada benarnya. Ini akan merangsang eksplorasi kita.

Dunia Menulis dan Menulis Dunia
Dalam kesempatan pemberian materi ini, Pak Yas demikian panggilan bagi Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A, budayawan dan pakar semiotika ini sungguh sangat detail dan sistematis. Pemberian materi dikemas ke dalam makalah yang sudah diformat seperti buku dan paparan melalui media infokus dengan bagan dan gambar yang mudah dipahami peserta.
Pak Yas mementingkan kemampuan para penulis untuk dapat ‘mengatur diri’nya sendiri dalam menulis. Problem menulis berdasarkan pengalaman pemateri pada saat ia menerima mahasiswa bimbingan S-2nya. Ketika diminta untuk menyerahkan proposal penelitian ilmiah setelah tiga bulan sejak konsultasi awal, sang mahasiswa malah memberikan hasil nihil. “Sudah ada dalam pikiran saya, namun susah menuliskannya, Pak.”, demikian alasan sang mahasiswa. “Problem saya tidak bisa menuliskan kalimat pertama”. Setelah berkonsultasi Pak Yas menanyakan apa yang ada dalam piker Anda hari ini tentang penelitian Anda. Lantas, sang mahasiswa dengan lancar menjawabnya. “Nah itu! Tuliskan sebagai kalimat pertama Anda”, tegas Pak Yas. “Setelah itu tuliskan apa yang kita pikirkan”. Setelah itu, hanya dalam waktu seminggu kemudian sang mahasiswa dapat menyelesaikan proposal penelitiannya. “Meski masih kacau”, papar Pak Yas. Namun tidak menjadi masalah, karena setelah itu tugas selanjutnya adalah menata tulisan itu menjadi lebih sistematis.
Selama 1, 5 jam, pemateri memaparkan dalam bagan yang sangat mewakili peta masalah sesungguhnya, seperti bagaimana hubungannnya antara perbedaan gaya, perbedaan format, perbedaan horizon, dan perbedaan metode menulis. Bagan lain kita juga dapat memahami ada di mana saat kita menulis tulisan ilmiah, reportase, fiksi (puisi, prosa) melalui bagan hubungan antara wacana akademik, budaya literasi dan dunia literasi. Beberapa istilah yang sulit dapat dijelaskan dengan mudah dan bahasa yang sederhana.
Point-point yang disampaikan dalam makalahnya yaitu bagaimana membangun dunia literasi, pemahaman wacana akademik, pengertian menulis mirip dengan mendesain, membaca itu memproduksi ide, pengetahuan akan konsep, hubungan antara menulis dan kreativitas, menulis dan merepetisi, intertekstualitas, teori dan kritik, neologi, framing, menulis dan seduksi, bagaimana mengamankan ide supaya tidak hilang lewat Jaringan Pengaman Ide (JPI), pentingnya dunia metaphor, serta masih, self-deconstruction, dan peran potensi bahasa.
Kedua materi yang disampaikan rupanya mampu menyedot rasa keingintahun dan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat pengetahuan, menulis dan informasi literer dari para peserta. Materi ditutup tepat pada pukul 18.30 WIB.
Bagi yang berminat mengikuti pelatihan ini dan jika ingin mengakses makalah yang telah diberikan dapat mendaftar ke:
workshopbuku@yahoogroups.com, dengan mengirimkan email ke workshopbuku-subscribe@yahoogroups.com.
Pelatihan ini masih terbuka hingga pertemuan ke-8 (26 Agustus 2009) yang diselenggarakan setiap Rabu sore di Perpustakaan Balepustaka, Jln. Jawa No. 6. Informasi pendaftaran: 022-4207232.
Semoga bermanfaat.

Salamhangat,

Deni Rachman
Konsultan Program Literer